Ahli jaringan It mw jadi apa?


Bismlahirokhmanirokhim...
Assalamualaikum Wr.Wb
Met Pgi semua J salam sejahtera untuk qta semua ,puji dan syukur sepatutnya qta panjatkan pada kehadirat Allah Swt. Dan junjungan qta Nabi Besar Muhamad Saw Yang telah membimbing qta sedari zaman jahiliyah (kebodohan) sampai zaman tablet dan zaman android saat sekarang hehehe (intermezo).
Nah di pagi yang cerah ini saya mempostkan cerita sukses si tukang jaringan , jaringan?
Yapz khususnya jaringan telekomunikasi atau lebih akrabnya dunia IT networking bahasa kerenya, post ini sengaja saya postkan untuk anak2 IT khususnya yang mahir maupun yang sedang belajar  dunia jaringan , agar mereka punya pandangankelak di masa depan , dan punya mimpi , masih ingatkh yang ku katakan di post2 yang lalu “dream is free”
Mimpi itu grati so , Bermimpilah semampu mu... J
 “Kisah seorang ahli telekomunikasi yang membangun jaringan telekomunikasi senilai US $ 5 Milyard di Saudi Arabia” Ditulis oleh Wihananto Sarosa
Special Stage-1: Angan-angan dan lamunan Semenjak kecil saya selalu tertarik dengan hal-hal yg bersifat teknikal, terutama dg teknologi-teknologi canggih. Saya kemudian ber-angan-angan untuk bisa menjadi seorang ahli dalam bidang teknik tertentu. Pada tahun 1983, saya diwisuda menjadi seorang “tukang insinyur” lulusan ITB jurusan Teknik elektro. Saya menganggap diri saya adalah seorang montir dan pengendara mobil rally yang memulai perjalanan rally untuk mencapai angan-angan-ku. Kata seseorang,
“…alumni ITB itu bukanlah seorang ahli yg siap tempur 100%, tetapi seorang sarjana strata-1 yg siap di-training 200%”. Special Stage-2: Mempelajari peta perjalanan ke depan Dengan anggapan bahwa untuk menjadi seorang ahli, haruslah mempunyai ilmu pengetahuan dan pengalaman yg berkesinambungan, maka saya meniatkan diri untuk dapat selalu berkarier dibidang teknis yang sesuai dengan bidang keilmuan saya. Saya merencanakan pada awal 10 tahun karir saya yang pertama untuk bekerja di perusahaan multi-nasional yang akan memberikan training dan bekal pengalaman yang baik. Karir atau rencana pada tahun-tahun selanjutnya adalah bekerja di perusahaan nasional atau perusahaan milik sendiri. Itulah angan-angan dan idealisme saya saat itu. Special Stage-3: Menghadapi Realita pertama…. Pengalaman kerja pertamaku adalah bekerja di perusahaan asing pembuat integrated circuit (IC), Fairchild Semiconductor sebagai system engineer. Di tempat ini, saya harus bekerja secara “gilir” (shift duty) di pagi, siang dan malam karena pabrik ber-operasi 24 jam. Meskipun banyak pengalaman teknis yg didapat, tetapi saya hanya mungkin bertahan selama 14 bulan saja karena pada awal 1985 pabrik ini bangkrut dan ditutup. Terpaksalah saya mulai mencari pekerjaan lain. Special Stage-4: Keep moving-on Berkat informasi dari rekan Boy Sasongko (terima kasih sekali lagi, Boy!), saya mendapatkan tempat kerja baru di perusahaan engineering kontraktor yg berpartner dengan perusahaan Perancis dan sedang mengerjakan proyek Air Traffic Control Processing System sebagai bagian dari pembangunan Bandara Soekarno-Hatta. Banyak sekali ilmu pengetahuan dan pengalaman yg saya peroleh di tempat kerja ini. Saya sempat bekerja di perusahaan induk di Perancis selama hampir 1 tahun untuk mempersiapkan hardware dan software dari peralatan yg akan dipasang di Bandara Soekarno-Hatta. Dengan bekal pengalaman ini, sepulangnya di tanah air, saya mengusulkan kepada pimpinan perusahaan untuk membuat replika

(“cloning”) peralatan flight data processing system dan meteorological message switching system yg dibangun pada Personal Computer (PC), dengan operating system UNIX dan pemrograman bahasa C sehingga dapat diterapkan untuk bandara-bandara kecil di tanah air. Blue print dan mock-up sempat terwujud, tetapi karena kelayakan bisnisnya kurang menguntungkan (…dan juga karena adanya invisible pressure), angan-angan ini kandas dijalan alias “macet”. Special-Stage ini dapat saya lalui selama 6 tahun. Special Stage-5 : … idealisme mulai goyah Karena ter-induksi oleh gaya kehidupan pada saat itu, saya sempat membelot dari angan-angan awal, pindah pekerjaan ke perusahaan konsultan manajemen dan ingin berkarier dibidang manajemen. Pada awalnya cukup menyenangkan tetapi lama-kelamaan terasa hambar karena
1 of 6
tidak ada prestasi yg dapat saya capai (….bosan lagi….ingin kembali ke bidang teknis…memang montir!) Special Stage-6 : Kembali ke jalur semula…. Kebetulan pada tahun 1992, Pemerintah sedang meng-evaluasi tender proyek STDI-2 yg akhirnya menunjuk tiga perusahaan multinasional sebagai pemenangnya. Sehingga saya berhasil kembali bekerja di perusahaan berteknologi tinggi AT&T Network System sebagai salah satu pemenang tender untuk membangun sentral telepon digital dengan kapasitas 300.000 sambungan. Banyak training di luar negeri dan banyak pengalaman teknologi tinggi yang saya peroleh. Bersama teman-teman di perusahaan tersebut, kami sempat membentuk semacam center of excellence and technology tranfer. Kegiatan ini cukup membanggakan dan menyenangkan. Kami mencari solusi untuk memperbesar “local-content” (produk dalam negeri), yaitu mengganti komponen impor dengan komponen yg dapat diperoleh secara lokal tetapi tetap menjaga kwalitas yg sama. Upaya-upaya ini sangat menarik tapi ternyata cukup rumit. Special Stage-7: Time is up…! Memasuki tahun 1995, berarti perjalanan kerja saya telah melewati sepuluh tahun bekerja di perusahaan multinasional. Sesuai dengan janji awal, saya harus memulai bekerja di perusahaan nasional atau ber-wiraswasta. Saya berdiri di persimpangan jalan antara bekerja di AT&T yang saat itu sangat menyenangkan serta membanggakan atau menjaga konsistensi pada cita-cita awal…..bingung lagi!. Dalam keadaan bingung, sebagai salah satu pemegang saham AT&T Indonesia, keluarga Habibie menawarkan saya bekerja di salah satu perusahaan beliau yang akan tetap berhubungan dengan AT&T. Saya merasa bahwa tawaran ini merupakan suatu kebetulan, karena saya tiba-tiba dapat merealisasikan kedua angan-angan saya secara bersamaan. Saya memutuskan untuk menangkap kesempatan ini. Special Stage-8: Realita berikutnya Berpindah lingkungan dari perusahaan multinasional yg serba teratur dan serba jelas aturan mainnya, ke perusahaaan nasional ini membuat diri saya agak “shock”. Di perusahaan baru ini jabatan saya adalah sebagai Business Development. Saya harus melaksanakan tugas yg sebagian besar saya laksanakan dengan “berkeringat dingin”. Tapi mohon maaf saya tidak dapat menyampaikannya lebih rinci disini karena ada non-disclosure code of conduct. Dalam benak saya terlintas, inikah tugas pengembangan sebuah bisnis ?. Saya mulai bimbang dan gundah lagi karena pekerjaan mulai menjauhi bidang-bidang keteknikan. Memang mental montir saya ini tidak mudah bisa ditinggalkan! Karena tidak tahan dengan tugas sehari-hari yg selalu membuat diriku berkeringat dingin, maka saya berbelok arah lagi dan loncat ke perusahaan nasional lainnya, yang bernama PT Bukaka Teknik Utama, yang saat itu mendapatkan proyek Kerja Sama Operasi (KSO) dari PT Telkom untuk wilayah Indonesia Timur. Tapi sayang pada tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yg membuat Bukaka harus mengurangi beban penumpangnya. Meskipun saya tidak termasuk penumpang yg harus diturunkan ditengah jalan, saya menyediakan diri dan bersuka-rela pindah ke mobil lain.

2 of 6
Special Stage-9: Special Stage menyusuri gurun pasir Pada tahun 1998 saya mendapat tawaran dari bekas direktur saya sewaktu di AT&T Network System (yg waktu itu sudah melakukan “spin-off” dan bernama Lucent Technologies), untuk bekerja di Saudi Arabia. Saat itu Lucent mencari seorang project manager yg beragama Islam untuk menangani bagian-bagian project di dearah khusus untuk Muslim yaitu Mekkah, Madinah dan wilayah haji lainnya, dan akan berkantor di Jeddah. Inilah kesempatan yg sangat langka bagi orang timur seperti saya karena kebanyakan Project Manager yang saya ketahui adalah orang “bule” (westerner). Mereka dilarang dan tidak bisa masuk ke tanah suci. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan dan langsung saya tangkap, meskipun beban yang harus saya laksanakan ternyata cukup berat. Tugas saya harus membangun 7 sentral telepon baru di areal-areal muslim tadi dalam waktu 4 bulan, dengan team yang terdiri 8 orang engineer dan 40 orang teknisi dari berbagai macam bangsa. Target waktu yg ditetapkan tidak boleh meleset karena semua sentral telepon harus beroperasi 2 (dua) minggu sebelum musim haji. Inilah tugas yang sangat menantang dan membuat hati ber-debar-debar. Saya terus berfikir, bisakah saya melaksanakannya ?. Dengan bekerja 7 hari seminggu dan 5 jam tidur sehari, akhirnya saya bersyukur pada Sang Pencipta karena tugas berat yang dibebankan dapat terselesaikan meskipun terjadi musibah kecil dengan terbakarnya salah satu sentral di daerah Madinah. Sentral ini dapat digantikan dengan sentral sementara. Sehingga akhirnya musim ibadah haji pada tahun itu dapat berjalan lancar tanpa gangguan sistem telekomunikasi yg berarti. Special stage-10: Menjadi bagian dari proyek US $ 5 milyard di Saudi arabia Setelah tugas pertama selesai, saya mendapatkan tugas yg kedua yaitu perluasan wilayah tanggung jawab saya menjadi seluruh wilayah barat dan selatan. Tanggung jawab ini mencakup bagian barat Saudi Arabia sepanjang pantai Laut merah (Red Sea) dari daerah utara yang berbatasan dengan Irak sampai ke selatan yang berbatasan dengan Yaman. Saya harus menyelesaikan pembangunan 47 Sentral Telepon Utama dan 92 Sentral Remote untuk 600 ribu sambungan, dengan team sebesar 48 engineers dan 260 teknisi yg terdiri dari kurang lebih 12 bangsa, termasuk orang Amerika, Belanda, Belgia, Saudi, Indonesia, India, Pakistan, Mesir, Jordan, dsb. Proyek ini harus diselesaikan oleh Lucent dalam waktu kurang dari 2 tahun. Banyak masalah dan tantangan yg saya hadapi, dari masalah teknis yg layaknya diselesaikan dengan ilmu & pengetahuan sampai masalah human-interaction yg tidak dapat diselesaikan

3 of 6
dengan ilmu matematika. Disamping itu, banyak pengalaman berharga yg saya dapat dan juga banyak teman dari berbagai bangsa yg saya temui sehingga memperkaya cerita kehidupan saya. Sebelum proyek tersebut selesai, pada tahun 2000 saya mendapat tugas baru di kantor pusat di Riyadh untuk menangani system engineering dari proyek lainnya, pembangunan 450 ribu sambungan akses internet berbasis ADSL dan ATM core network. Dapat terlibat dan menjadi bagian dari suatu proyek besar yang disebut Telecommunication Expansion Project 6, bernilai US$ 5 milyard, dengan work force sekitar 4000 orang terdiri dari kurang lebih 30-an bangsa, bagi saya sangatlah “exciting”. Ini merupakan special-stage yg membanggakan yg pernah saya jalani. Special Stage-11 : Keep driving on the desert…. Setelah proyek tersebut selesai pada tahun 2003, saya mengucap syukur kepada Sang Pencipta, meskipun Lucent Middle East & Africa (MEA) mengurangi jumlah personilnya menjadi sekitar 500 orang, saya masih dipercaya menangani Technical Sales Support dengan account Saudi Telecom. 4 of 6
Pada tahun 2004, saya dipindahkan ke kantor pusat Lucent MEA di Abu Dhabi sebagai Network Solution Consultant dari Core Competence Center – Next Generation Network Solution untuk

wilayah Timur-Tengah dan Afrika. Tugas saya adalah memperkenalkan produk-produk Lucent, membantu customer yang ingin merancang dan membangun network barunya atau meng-upgrade networknya yg ada, juga membantu memecahkan masalah networking yg dihadapi oleh para customer, dsb. Saya sangat beruntung bisa memiliki jabatan ini karena saya yg cuma menyandang S1 dari ITB bisa mempunyai kolega satu group yg menyandang gelar Dr atau PhD. Seluruh karyawan di Group saya minimal menyandang gelar S2 (Master degree). Inilah salah satu hal yang saya sukai bekerja di Lucent karena mereka menerapkan “equal opportunity” bagi semua orang.
Sangatlah perlu menjaga professionalisme dibidang masing-masing (apapun pekerjaannya), dan tidak cepat mengeluh dan putus asa dengan beban pekerjaan yang ditugaskan. Percaya diri dan mampu berkomunikasi dengan baik adalah dasar pembentukan citra yang baik dan dihargai oleh bangsa lain. Banyak yg berpandangan bahwa Indonesia hanya mempunyai unskilled human resources. Kenyataan di luar negeri, khususnya timur tengah, memang itulah yg terjadi. Pandangan dunia tentang orang Indonesia Saya mempunyai cerita yg sangat mengusik pikiran saya; dalam suatu seminar telekomunikasi di Dubai dimana saya mempunyai kesempatan sebagai pembicara dan sekaligus merupakan pengalaman pertama sebagai pembicara. Saya menyebutkan data pribadi saya dan memperkenalkan bahwa saya berasal dari Indonesia, maka pada saat presentasi, banyak peserta yg keluar ruangan melakukan percakapan telpon, ada yg keluar untuk minum kopi dan yg tinggal di dalam ruangan sebagian besar terkantuk-kantuk. Tidak ada yg tertarik dengan pembicaraan saya, apa kesalahan saya? apakah karena saya orang Indonesia ? apakah karena materi pembicaraan kurang menarik ? Pada kesempatan selanjutnya, misalnya dalam Next Generation Network Roadshow–nya Lucent, di Abu Dhabi, Riyadh dan Cairo, saya pasang strategi lain untuk mengantisipasi reaksi peserta. Saya hanya menyebutkan nama, jabatan, pekerjaan di awal presentasi, ternyata para peserta mendengarkan dan mengikuti seminar secara normal dan juga terjadi tanya-jawab seperti layaknya sebuah seminar. Karena penasaran dengan reaksi para peserta, di-tengah-tengah presentasi saya menyebutkan bahwa saya berasal dari Indonesia, selanjutnya para peserta tetap mengikuti seperti biasa tanpa ada perubahan reaksi. Bukan mereka para tenaga kerja (nakerwan) yang salah, tapi kesempatan untuk mendapat pendidikan layak yang tidak mereka peroleh. Banyak cerita memprihatinkan yang saya dengar langsung dari para nakerwan, yang sangat mengganggu pikiran saya. Kejadian memprihatinkan itu terjadi, menurut pendapat saya, karena pendidikan mereka yang kurang memadai. Oleh karenanya, saya menghimbau, marilah secara bersama-sama kita juga ikut memikirkan bagaimana dapat membantu meningkatkan kemampuan rakyat Indonesia terutama dalam hal pendidikan. Tetapi kemudian pada kesempatan di luar seminar, beberapa peserta mendekati saya dan berkomentar; “O saya kira anda dari Jepang atau Korea”, atau “O saya kira anda adalah orang Chinese yg bermukim di Amerika”. Dalam hati saya, tertipulah mereka!. ”awak ini orang Indonesia”, jawab saya dengan bangga. Kesimpulan saya, orang lain masih melihat dari mana asal saya bukannya siapa saya. Oleh karenanya, sebagai bangsa Indonesia kita masih perlu bersama-sama menciptakan citra baik bangsa Indonesia dimata bangsa manca-negara. Special Stage-11: Akhir kata tentang perjalanan Rally kehidupan Dari pengalaman perjalanan saya di atas, saya tarik benang merah sebagai berikut: usahakanlah tidak melakukan sesuatu dengan setengah-setengah dan kalau tidak bisa melakukan dengan sungguh-sungguh lebih baik jangan diteruskan. Tetapi jalan hidup tidak selalu “black and white” dan harus ada toleransi dimana perlu, koreksi pada beberapa check-points tertentu. Setiap orang mempunyai kapasitas dan kekuatan mesin sendiri-sendiri dan kemampuan bertanding di klas-nya masing-masing. Dengan kapasitasnya

masing-masing itu, terdapat pedal akselerasi dimana bisa ditancap habis atau dibiarkan menggelinding saja. Yang “tancap” gas habis bisa sampai di tujuan lebih awal menjadi juara tapi bisa juga lelah (exhausted) dan kalau tidak hati-hati bisa terjadi kecelakaan di perjalanan. 5 of 6
Bisa juga perjalanannya dinikmati dengan kebahagiaan, tanpa memperdulikan akan menjadi juara atau tidak. Tujuan hidup yang dijalankan hanyalah untuk bisa mencapai garis finish. Yang terpenting bagi saya adalah setiap saat harus diupayakan melihat navigasi dan peta arah perjalanan agar tidak tersesat jalan dan dapat sampai di tempat tujuan dg baik. Sebagai layaknya seorang muslim, minimal 17 kali sehari kita memohon petunjuk pada jalan yg benar dari Yang Maha Kuasa. Kalau dalam perjalanan, kita terpaksa menaburkan debu kepada penonton sekitar, tebarkan-lah debu yang membuat mereka bergembira bukan debu yg membuat mereka menangis. Salam & semangat kebersamaan ITB 77 !! 6 of 6
Tentang penulis (redaksi) Wihananto Sarosa adalah alumni jurusan Teknik Elektro. Ia lebih akrab dipanggil dengan nama Anto. Anto menikah dengan Puruhitasari (Ita) yang juga alumni angkatan 1977 dari Teknik Industri. Anto dan Ita saat menulis tulisan ini sedang tinggal di Abu dhabi, UAE. Anto sendiri sedang bekerja di Lucent Technologies Inc. dengan cakupan tanggung jawab negara-negara di Timur Tengah dan Afrika sebagai Network Solution Consultant – Next.Gen Network Solution – Core Competence Center.

Be the first to like this.
By 27-05-1994



0 komentar Anda:

Post a Comment

komentar yah mas-mas mbak-mbak yang baik hatinya...